Fatwa MUI
Polemik Fatwa MUI Haramkan Salam Lintas Agama: NU Belum Ambil Sikap
MUI Menetapkan Fatwa Haram Salam Lintas Agama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII pada tanggal 28-31 Mei 2023 telah menetapkan fatwa haram bagi umat Islam untuk mengucapkan salam lintas agama yang berdimensi doa agama lain.
PBNU Belum Melakukan Kajian Mendalam
Menanganggapi fatwa tersebut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan bahwa mereka belum pernah melakukan kajian mendalam dan membahas secara intens ihwal salam lintas agama dalam forum resmi NU.
Katib 'Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori menegaskan bahwa NU belum memberikan mandat atau tugas kepada siapapun di pengurus NU untuk menyampaikan pengungkapan terkait hukum menyampaikan salam lintas agama sebagaimana fatwa MUI.
PWNU Jawa Timur Pernah Melakukan Kajian
Meski belum ada kajian mendalam di tingkat PBNU, Akhmad Said Asrori mengakui bahwa Pengurus Wilayah NU (PWNU) Provinsi Jawa Timur pernah melakukan kajian tentang salam lintas agama pada tahun 2019.
Hasil kajian Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur saat itu menyimpulkan bahwa pejabat Muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat 'Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh' atau diikuti ucapan salam nasional.
Namun, dalam kondisi tertentu demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan mengijinkan salam lintas agama.
MUI: Salam Lintas Agama Bukan Toleransi
MUI dalam Komisi Ijtima Ulama Fatwa se-Indonesia 2024 menegaskan bahwa pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang diperbolehkan.
Menurut MUI, hal itu dikarenakan pengucapan salam dalam Islam merupakan doa yang bersifat ubudiah (bersifat peribadatan).
Toleransi Ada Batasnya
Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Arif Fahrudin menjelaskan bahwa toleransi adalah sunnahullah dan sunnah Rasulullah SAW dan praktik ulama salafus salihin.
Namun, ia menekankan bahwa toleransi tetap memiliki batasnya.
“Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi, yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah aqidah dan ritual keagamaan (sinkretisme/talfiq al-adyan) sehingga penekanan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah,” tegasnya.
MUI mempertimbangkan Kondisi Sosial Budaya Indonesia
Arif menjelaskan bahwa keputusan dalam fatwa salam lintas agama juga pertimbangan memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang plural.
Terdapat perbedaan pandangan antara MUI dan NU terkait hukum salam lintas agama. MUI telah menetapkan fatwa haram, sedangkan NU belum mengambil sikap definitif karena belum ada kajian yang mendalam.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa masih ada ruang diskusi dan ijtihad dalam memahami hukum Islam terkait isu-isu kontemporer seperti salam lintas agama.