foto 1 |
Sekilas Sejarah dan Manfaat Puasa di Bulan Ramadhan
Puasa Ramadhan yang tiap tahunnya dijalani oleh umat muslim
tentu di latar belakangi oleh sejarah yang akhirnya menetapkan bahwa puasa
Ramadhan adalah ibadah yang wajib untuk ditunaikan. Sejarah puasa Ramadhan,
bagi umat muslim memiliki makna yang sangat mendalam yang dilandasi oleh kepercayaan
beribadah kepada Allah SWT.
Perintah untuk menjalankan puasa sendiri sudah tercantum dalam
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 3 yang berbunyi:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana kewajiban atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sebenarnya sejak jaman jahiliah, Allah sudah memerintahkan kaum
jahiliah untuk melakukan ibadah puasa namun mereka menentangnya. Kemudian,
Allah kembali memerintahkan puasa Ramadhan pada jaman Nabi Muhammad SAW.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh kemuliaan, kita dapat
melihat sekaligus memaknai bulan Ramadhan sebagai bulan peleburan dosa. Kita
juga bisa memandang bulan Ramadhan sebagai kesempatan meraih pahala yang
berlipat dan rahmat Allah swt. Selain itu, kita bisa mengartikan Ramadhan
sebagai upaya dalam meningkatkan kesalehan sosial dan memacu kedermawanan
kepada sesama, dan banyak lagi cara pandang yang bisa dipakai untuk melihat
keistimewaan-keistimewaan yang ada pada bulan Ramadhan.
Di bulan Ramadhan kali ini mari kita jadikan kesempatan untuk
menyucikan diri meriah rahmat dan kasih sayang Allah swt.
Dalam
sebuah hadits yang masyhur, dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
Artinya,
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan keimanan dan mengharapkan
pahala dari Allah, maka dosa masa lalunya akan diampuni.”
Isi
hadits ini mengonfirmasi dan menguatkan terkait cara pandang kita terhadap
bulan Ramadhan sebagai wasilah untuk peleburan dosa. Kita menyadari, seiring
dengan bertambahnya waktu dan usia, sedikit atau banyak, sengaja maupun tidak,
kita pernah tergelincir dalam dosa. Untuk itu, bulan Ramadhan hadir sebagai
kesempatan yang tepat, untuk mendapatkan ampunan atas dosa yang telah lampau.
foto 2 |
Abu
al-Husain Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik, atau lebih dikenal dengan Ibnu
Baththal, saat memberikan penjelasan (syarh) atas kitab Sahih al-Bukhari,
memberikan ulasan bahwa “ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi”
merupakan kalimat umum yang diharapkan supaya seseorang mendapatkan ampunan
atas seluruh dosanya, baik kecil maupun besar (Syarh Sahih al-Bukhari li Ibn
Baththal, juz 04 hal.149).
Abu
al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, atau lebih dikenal dengan Ibnu Hajar
al-Asqalani, menjelaskan bahwa status dua kata tersebut bisa menjadi maf’ûl lah atau tamyîz,
atau ḫâl di mana bentuk masdar tersebut bermakna isim fâil/pelaku
(Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar,
juz 4, h.115). Jika mengikuti struktur yang terakhir, maka orang yang berpuasa
di bulan Ramadhan, dan mendapatkan maghfirah Allah, haruslah berstatus mukmin
(orang yang beriman) dan muḫtasib (orang yang berharap pahala
dari Allah).
Kedua
pesan penting ini perlu untuk selalu diselaraskan dan direfleksikan kembali
pada tiap rutinitas amal ibadah kita, terutama terkait dengan puasa di Bulan
Ramadhan ini. Diksi îmânan (keimanan), memberikan pesan penting bahwa fondasi
ibadah puasa ini dilandasi dengan keimanan.
Diksi
kedua adalah ihtisaban. Makna yang sering disampaikan dan
diterjemahkan, bahwa ihtisaban adalah thalab al-thawâb min
Allah, mencari pahala dari Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani (Fathul Bari Sarh
Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115), selain menukil makna tersebut,
juga menyajikan pendapat al-Khaththâbi, bahwa iḫtisâban adalah:
Artinya, “Iḫtisâb itu berarti tekad yang kuat, yakni seseorang berpuasa atas
dasar kecintaannya pada pahala yang terkandung di dalam puasa Ramadhan, (juga
atas dasar) kebaikan dirinya dengan tanpa merasa terbebani atas puasa dan tak
merasa terlalu panjang hari-hari puasanya.”
Dengan iḫtisâb, hendaknya kita berusaha menjalani kewajiban puasa Ramadhan dengan perasaan riang gembira, merasa ringan dalam menjalani puasa bahkan dengan disertai aktivitas ibadah lainnya, serta menghargai setiap detik dan jam yang berlalu selama bulan bulan Ramadhan.
Dan tentunya banyak manfaat puasa Ramadhan yang akankitdapatkan, seperti yang termuatpada hadits di bawahini,
"Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.” (Hadis
diriwayatkan Ath Thabrani dalam Mu’jam al Awsath)
Secara periwayatan, hadis ini
tergolong lemah. Namun secara substansi, hadis ini tidak bertentangan manfaat
ibadah yaitu meraih kesehatan spiritual dan fisik, serta tidak bertentangan
dengan berbagai riset kesehatan yang menyimpulkan bahwa ibadah puasa dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh atau imunitas.
Saat ini, umat Islam tengah
menjalani ibadah puasa. Namun, suasana Ramadan tahun ini berbeda karena
bertepatan dengan pandemi Covid-19. Menghadapi bulan Ramadhan di tengah pandemi
virus ini tidaklah mudah. Selain ditiadakannya kegiatan keagamaan di luar rumah
seperti shalat tarawih, masyarakat khususnya umat muslim harus tetap menjaga
imunitas tubuh meski menjalankan ibadah puasa.
Kalimat “niscaya kalian akan
sehat” menjelaskan jaminan kesehatan bagi orang yang menjalankan ibadah puasa
dengan baik. Hadis ini berbicara manfaat, dan tidak berbicara proses. Artinya
puasa seperti apa yang menghasilkan kesehatan?.
Pola Makan
yang Seimbang
Memang, berpuasa dapat mempunyai
pengaruh yang baik bagi sistem imun, tetapi dengan beberapa catatan. Antara
lain, puasa dilakukan dengan memperhatikan pola makan seimbang ketika berbuka
dan sahur, istirahat cukup, tidak stres, dan olahraga cukup. Saat puasa
konsumsi makanan dengan nutrisi seimbang sangat diperlukan untuk menjaga daya
tahan tubuh.
Untuk menu berbuka puasa
sebaiknya tidak menyantap makanan susah dicerna seperti nasi, karena lambung
sudah beristirahat selama 12 jam sehingga sebaiknya mengkonsumsi makanan yang
mudah dicerna. Berbuka puasa sebaiknya dengan beberapa butir kurma (atau
makanan yang manis) dan air putih terlebih dahulu, lalu shalat Maghrib, dan
setelah itu menikmati nasi beserta lauk pauk yang sehat dan bernutrisi,
sebagaimana sunnah Rasulullah SAW,
"Dari Anas bin Malik RA
berkata, “Nabi SAW biasa berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat,
jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma,
beliau minum dengan satu tegukan air.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah).
Puasa Meningkatkan
Imunitas
Beberapa penelitian mengungkapkan
manfaat puasa bagi kesehatan, antara lain:
1. Tubuh mendapatkan fase
istirahat usus dan perut serta membantu detoksifikasi (pengeluaran racun dari
dalam tubuh).
2. Puasa juga bisa mengurangi
kadar lemak tubuh. Kelebihan lemak tubuh bisa merusak keseimbangan sistem
kekebalan tubuh manusia. Lemak yang banyak akan memicu produksi sel, yang
menyebabkan peradangan pada organ tubuh, memicu munculnya penyakit pembuluh
darah dan masalah kesehatan lainnya
3. Rasa lapar memicu sel-sel
induk dalam tubuh untuk memproduksi sel darah putih baru untuk melawan infeksi.
Para peneliti menyebutkan bahwa puasa berfungsi sebagai 'pembalik sakelar
regeneratif' yang mendorong sel induk menciptakan sel darah putih baru.
Penciptaan sel darah putih baru inilah, yang menjadi dasar regenerasi seluruh
sistem kekebalan tubuh.
4. Puasa bermanfaat dalam
merestart sistem kerja tubuh. Kondisi ini membantu menciptakan lingkungan yang
sehat bagi tubuh untuk meregulasi hormon. Mereka yang makan setiap tiga sampai
empat jam sekali tidak sempat mengalami lapar, sehingga tidak merasakan kemampuan
tubuh untuk menyampaikan sinyal lapar. Ketika asupan makanan untuk tubuh
dihentikan selama 12 jam, tubuh dapat lebih fokus pada kemampuannya untuk
meregenerasi sel.
Dari ulasan diatas tentunya kita
bisa mengerti makna sejarah dan manfaat puasara ramadhan. Oleh karena itu,
marilah kita menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan, serta dibarengi
dengan pola hidup dan pola makan yang seimbang agar puasa dapat meningkatkan
imunitas spiritual dan imunitas tubuh untuk kesehatan kita bersama.
Refferensi :
nu.or.id
2. istockphoto.com